Minggu, 26 September 2010

GEOTECHNICAL GROUND CONTROL MANAGEMENT

Masalah teknik dalam merancang lereng tambang terbuka adalah tidak dapat mengontrol bawah tanah dan dengan asumsi yang implisit sehingga lereng dapat runtuh. Salah satu kegiatan dalam perancangan tambang terbuka adalah menentukan geometri lereng sehingga diperoleh lereng yang stabil. Lereng – lereng tersebut harus dianalisis kemantapannya untuk mencegah terjadinya longsor. Oleh karena itu harus dibuat suatu perencanaan tambang yang sudah memperhitungkan kemantapan dan kestabilan daerah tersebut, jika operasi penambangan dilaksanakan. Adanya desain lereng yang stabil dan tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pertambangan yang maksimal, recovery cadangan yang optimal, dan terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Sasaran pokok dalam perancangan lereng tambang terbuka adalah "Tercapainya desain yang optimum adalah kompromi antara lereng yang ekonomis dan cukup aman" (Hoek and Bray, 1981). Gangguan terhadap kestabilan lereng maupun bukaan lainnya, akan mengganggu kelancaran pelaksanaan penambangan, keselamatan kerja, dan akhirnya akan menaikkan biaya produksi, yang jelas tidak diinginkan oleh suatu perusahaan tambang.
Penerapan manajemen lereng” dengan mengutamakan faktor keamanan operasional dibandingkan dengan “pembentukan desain lereng yang sangat stabil” . Terminologi ini bukanlah merupakan paradigma baru di dunia tambang .
Berdasarkan tujuan pokok dari perancangan tambang terbuka oleh Hoek and Bray, 1981 maka ada dua parameter penting yang harus terpenuhi dalam desain lereng yaitu lereng ekonomis dan lereng yang cukup aman. Hal ini menjadi kendala besar dalam pengaplikasian di lapangan yang bisa menyebabkan benturan kepentingan antara pihak operational yang menginginkan perolehan recovery yang optimal dan tetap bekerja pada lereng yang aman dan rekomendasi geoteknik untuk lereng yang stabil. Permasalahan ini dapat ditolerir dengan melakukan manajemen lereng dimana management dan pihak yang terkait melakukan penerimaan dan pengelolaan ketidakstabilan lereng pada tingkat risiko yang dapat ditolerir dan bukan pada desain yang terfokus seluruhnya pada dinding pit yang stabil.
Formulasi kriteria desain lereng yang akan digunakan dalam beberapa fase penambangan, termasuk ultimate pit, meliputi beberapa aspek berikut:
  1. Program pengumpulan data dan informasi yang intensif;
  2. Program pemantauan kuantitatif (pengukuran) dan kualitatif (inspeksi);
  3. Sistem pengumpulan data yang memungkinkan ekstraksi dan penggunaan data secara efisien;
  4. Personel yang kompeten dan terlatih dalam mengumpulkan dan menilai data , dengan menggunakan desain dan praktek-praktek operasi yang diterima secara umum oleh industri tambang;
  5. Pemaduan perubahan terhadap desain dan praktek-praktek operasional penambangan sesuai kebutuhan.

Manajemen Lereng meliputi berbagai tahapan :
  1. Penerimaan dan manejemen stabilitas lereng dalam batas resiko yang dapat diterima dibandingkan dengan disain yang terfokus pada pencapaian dinding pit yang sangat stabil
  2. Terminologi ini bukanlah hal yang baru dalam industri penambangan terbuka.
    • Pembentukan lereng-lereng tambang didasarkan pada filosofi ini
    • Terminologi ini sangat sulit didefinisikan atau berpotensi adanya “perbedaan”persepsi
    • Memungkinkan owner “terjebak” dalam tingkat resiko yang tidak diharapkan atau pembentukan lereng yang didasarkan pada desain yang sudah baku/’default’ tanpa mempertimbangkan historikal ‘slope performance’ selama tahapan operasional.
    • Penting bahwa sebuah sistem menejemen lereng dibuat agar semua pihak yang terkait dapat memahami filosofi desain & praktis ekskusi tahap operasional.
  3. “ Surface Ground Control Management Plan”
    • Diketahui dan disetujui oleh owner dan senior manejemen
    • Memastikan disain,dan eksekusi/operasi mengimplementasikan filolosi ini
    • Apabila tingkat resiko dipertimbangkan tidak dapat diterima, maka filosofi ini akan di rubah, misal: perubahan kriteria disain lereng
  4. Untuk pencapaian kesuksesan Menejemen Lereng memerlukan
    • Pengetahuan dan penerimaan yang baik tentang filosofi desain tambang terbuka
    • Tim yang berkemampuan tinggi dan profesional
    • Pemeliharaan proses manajeman lereng yang bersifat perbaikan yang berkelanjutan
  5. Apabila kondisi ini tidak dapat diimplementasikan secara benar maka tingkat resiko akan bertambah & disain lereng yang tidak ‘tepat’ dapat berdampak pada tidak tercapainya perencanaan proses penambangan, Misalnya suatu proses penerjalan lereng yang tidak dapat tercapai dapat berdampak pada kerugian produksi.


  6. Program geoteknik yang “konvensional” dipandang penting dalam proses manajemen lereng
    • Program geoteknik yang “konvensional” dipandang penting dalam proses manajemen lereng Jika adanya kesesuaian/kebenaran antara observasi dan desain
    • Adanya predikisi pengurangan tingkat resiko geoteknik dengan cara meningkatkan tingkat reliabilitas model geoeteknik
PROSES MANAJEMEN LERENG


ALAT PEMANTAU LERENG

Slope Stability Radar - Real Time monitoring
Robotic Total Station
Wireline Extensometer
Media Komunikasi Yang dilakukan manajemen lereng pada tambang terbuka, yaitu :
  1. Laporan Monitoring mingguan yang disampaikan sampai pada level foreman
  2. Geotechnical Hazard Report
  3. Daily Production meeting - Weekly meeting
  4. Geotechnical Alert
  5. Peta Geotechnical hazard

Tidak ada komentar:

Posting Komentar